Kamis, 05 Januari 2012

gadabuw

berada diantara kalian merupakan suatu bagian hidup yang sangat berarti, entah bagaimana kisahku tanpa kalian.. semenjak memasuki tahun pertama kuliah sampai akhir kuliah merupakan saat2 indah yang dialami bersama.. mita, ciponk, tri, uppa, ella, ayu, dije, ratna, duyung, vivi, cici kebersamaan kita pun diabadikan dengan sebutan GADABUW.. takkan habis kata untuk mengisahkan kisah kita... suka duka senang sedih bahagia marah jengkel tidak menimbulkan dendam diantara kita masalah yg timbul tidak membuat kita terpecah belah melainkan membuat kita semakin menggenggam tangan untuk bersama menyelesaikan segala bentuk masalah yang dihadapi... kisah kita abadi...
GADABUW

Minggu, 11 Desember 2011

kloramfenikol

SALEP MATA KLORAMFENIKOL
I. Pendahuluan
Sediaan obat mata semisolid
Sediaan obat mata semisolid tersedia dalam berbagai bentuk sediaan di antaranya
adalah salep, krim atau gel steril yang digunakan dengan mengaplikasikannya pada
konjungtiva. Sediaan tersebut mengandung satu atau lebih zat aktif yang larut atau
terdispersi dalam basis yang sesuai dengan penampilan sediaan yang homogen.
Semi-solid eye preparations comply with the requirements of the monograph on
Sediaan semisolid digunakan aplikasinya untuk penggunaan topikal. Basis yang
digunakan harus memiliki sifat tidak mengiritasi terhadap konjungtiva.

Preformulasi
Chloramphenicol (British Pharmacopoeia 1993 vol II, hal 132)
C11H12Cl2N2O5
BM 323.1 [56-75-7]
Nama lain 2,2-dichloro-N-[(α- R, β- R)-β-hydroxy-α-hydroxymethyl-4-
nitrophenethyl]-acetamide.
Sumber Diproduksi melalui pertumbuhan Streptomyces venezuelae dalam medium
yang sesuai, dan melalui sintesis.
Syarat kadar Tidak boleh kurang dari 98% dan tidak boleh lebih dari 102%
C11H12Cl2N2O5, dihitung terhadap bahan kering.
Titik leleh 149°C - 153°C.

Karakteristik
Serbuk kristal halus atau serbuk kristal, panjang atau seperti jarum, berwarna putih,
putih keabu-abuan, atau putih kekuningan.
Larutan dalam ethyl acetate adalah laevorotatory, larutan dalam etanol absolute
adalah dextrorotatory.
Sedikit larut dalam air dan eter, sangat larut dalam etanol (96%) dan dalam
propane-1,2-diol.

Penyimpanan
Chloramphenicol harus terlindung dari cahaya. Tempat penyimpanan harus steril,
dan disegel. (BP 1993 vol II)
Simpan di bawah suhu 40 C (104 F), lebih dipilih di antara 15 dan 30 C (59-86 F),
kalau tidak ditentukan oleh pabrik. Tempat penyimpanan dalam wadah tertutup
rapat. Lindungi dari pembekuan. (USP DI hal 789)

Catatan : beberapa pabrik menganjurkan suhu penyimpanan antara 2 dan 8 C (36-46
F) sampai pengobatan dilakukan.
Label 1. Tanggal kadaluarsa
2. Kondisi penyimpanan
3. Tanda bahwa sediaan steril
4. Tanda bahwa sediaan apyrogenik
5. Untuk mata (for the eye) (USP DI hal 789)
7. Hanya untuk pemakaian luar
6. Continue medicine for full time of treatment (USP DI hal 789)

Khasiat dan Penggunaan antibakteri
Berdasarkan penelitian sebelumnya, pelepasan kloramfenikol pada suhu 35 C dari basis
absorpsi yang mengandung lemak bulu domba ternyata lebih tinggi dari basis yang
mengandung setil alkohol. Penambahan sodium metabisulfit dan disodium edetat
meningkatkan pelepasan kloramfenikol dari salep. Dari data reologi yang diperoleh
dapat diketahui bahwa ‘viskositas plastis’ memegang peranan utama pelepasan zat aktif
dari basis salep. Pelepasan kloramfenikol dari basis salep semakin menurun dengan

urutan :
emulsi a/w > emulsi m/a > basis absorpsi
Attia dan co-workers di Mesir telah menyediakan 4 formula yang mengandung :
kloramfenikol 1%, klortetrasiklin hidroklorida 0,5%
Semua basis mengandung benzalkonium klorida 0,01% w/w, sodium metabisulfit 0,5%
w/w, disodium edentate 0,3% w/w.
Basis yang digunakan adalah basis absorpsi dan basis emulsi. Dua macam basis absorpsi
mengandung paraffin lembut berwarna putih, parafin cair, lemak bulu domba serta setil
alkohol. Dua macam basis emulsi mengandung parafin lembut berwarna putih, setil
alkohol, dan aquadest, paraffin cair atau propilen glikol, serta span 40 atau tween 40.
Availibilitas kloramfenikol pada berbagai jaringan mata (kelinci) tergantung terutama
pada komposisi basis salep dan apakah zat aktif tersebut terlarut dalam fase air atau fase
minyak basis. (… hal 790).
Setil alkohol (Cetyl Alcohol/ Alkohol cetylus) (Handbook of Pharmaceutical
Exipients. Hal 99-103)
• Sinonim : Crodacol C70 ; Crodacol C90; Crocadol ; ethal ; ethol; 1-
heksadekanol ; n heksadesil alkohol ; palmitil alkohol
• Nama kimia : Heksadekan-i-ol
• Rumus Empirik : C16H34O
• Rumus Struktur : CH3(CH2)14CH2OH
• Berat Molekul : 242.44
• Fungsi : Coating agent, bahan pengemulsi, stiffening agent
• Batas Penggunaan sebagai pengental: 2-10 %
• Pemerian : Berbentuk malam, putih, bergranul dan memiliki bau yang khas
• Sifat-sifat Fisika :
Titik Didih : 316-3440C (3440C untuk bahan murni)
Densitas : 0.811-0.830 g/cm3
Titik Leleh : 45-520C ( 490C untuk bahan murni)
• Kelarutan : sangat larut dalam etanol 95% and eter, kelarutan meningkat dengan
peningkatan suhu; praktis tidak larut dalam air. Misibel ketika meleleh dengan
lemak, paraffin padsat dan cair, dan isopropyl miristat.
• Indeks Refraksi : nD
79 = 1.4283 untuk bahan murni
• Stabilitas dan Penyimpanan : Stabil dengan adanya asam, basa, cahaya dan udara;
serta tidak menjadi tengik. Setil alkohol sebaiknya disimpan dalam wadah yang
tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
• Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan bahan pengoksidasi kuat.
Parafin Cair (Liquid Paraffin) (Handbook of Pharmaceutical Exipients. Hal 314-315)
• Sinonim : Avatech, Citation; heavy liquid petrolatum; heavy mineral oil; liquid
petrolatum; paraffin oil; white mineral oil
• Nama kimia : Mineral iol
• Parafin cair adaah campuran dari cairan jenuh hidrokarbon yang diperoleh dari
petroleum
• Fungsi : emolien, solvent, lubrikan tablet dan kapsul, agen terapetis.
• Parafin cair digunakan terutama sebagai eksipien pada sediaan famasi topical
sebagai bahan pada basis salep. Secara terapetis, paraffin cair digunakan pada
sediaan untuk mata karena efek lubrikannya.
• Batas Penggunaan : 3-60 %
• Pemerian : transparan, tidak berwarna, cairan kental, bebas dari flouresensi.
Praktis tidak berasa dan tidak berbau ketika didinginkan, dan mempunyai bau
yang lemah ketika dipanaskan
• Sifat-sifat Fisika :
Titik Didih : >3600C
Densitas : 0.827-0.890 g/cm3
Viskositas (dinamik) : 110-230 mPa s (20 oC)
• Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol 95%, gliserin dan air, larut di aseton,
benzene, kloroform, karbon disulfide, eter, dan petroleum eter.kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu; praktis tidak larut dalam air. Misibel ketika
meleleh dengan lemak, paraffin padsat dan cair, dan isopropyl miristat.
• Indeks Refraksi : nD
79 = 1.4756-1.4800 untuk bahan murni
• Stabilitas dan Penyimpanan : paraffin cair teroksidasi ketika terpapar panas dan
cahaya. Parafin cair disterilisasi dengan panas kering. Parafin cair sebaiknya
disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, pada tempat yang
sejuk dan kering.
• Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan bahan pengoksidasi kuat.
Vaselin kuning (Yellow soft paraffin) (Handbook of Pharmaceutical Exipients. Hal 331)
• Sinonim : mineral jelly; petroleum jelly; Snow white; soft white, vaselimun
flavum; yellow petrolatum; yellow petroleum jelly
• Nama kimia : Heksadekan-i-ol
• Rumus Empirik : CnH2n+2
• Fungsi : emolien, basis salep
• Batas Penggunaan : <100 %
• Pemerian : kuning atau kuning pucat, translusen, membentuk masa lunak palsu.
Tidak berbau, tidak berasa.
• Sifat-sifat Fisika :
Densitas : 0.815-0.880 g/cm3
Titik Leleh : 36-600C
• Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol, aseton, etanol (95 %) panas atau
kering, gliserin dan air; larut di benzene, karbon disulfide, kloroform, eter,
heksana dan banyak minyal lemak dan minyak atsirir.
• Indeks Refraksi : nD
79 = 1.460-1.474
• Stabilitas dan Penyimpanan : Vaselin kuning adalah bagian stabil dari komponen
hidrokarbon alam non-reaktif, banyak masalah stabilitas terjadi karena adanya
sejumlah kecil kontaminan. Vaselin dapat disterilisasi menggunakan panas.
Walaupun vaselin kuning dapat disterilisasi dengan radiasi sinar gamma, proses
ini berpengaruh kepada fisik vaselinmkuning seperti swelling, perubahan warna,
bau, dan sifat rheologi.
• Inkompatibilitas : vaselin kuning adalah material inert dengan beberapa
inkompatibilitas
Klorobutanol (Chlorbutol) (Handbook of Pharmaceutical Exipients. Hal 111)
• Sinonim : Acetone chloroform; chlorbutanol; trichloro-tert-butanol
• Nama kimia : 1,1,1-trikloro-2-metil-2-propanol
• Rumus Empirik : C4H7 Cl3O
• Berat Molekul : 177,46
• Klorobutanol terutama digunakan pada sediaan optalmik atau parenteral sebagai
pengawet antimikroba (antibakteri dan antijamur) pada konsentrasi hingga 0,5 %.
Aktivitas dapat berkurang pada pemanasan, tetapi aktivitas dapat ditingkatkan
dengan kombinasi dengan pengawet antimikroba lainnya
• Fungsi : pengawet antimikroba; plasticizer
• Batas Penggunaan sebagai bahan pengawet : 0,5 %
• Pemerian : mudah menguap, tidak berwarna atau kristal putih dengan bau kamfer
• Sifat-sifat Fisika :
Titik Didih : 1670C
Densitas : 0.811-0.830 g/cm3
Titik Leleh : 95-970C
• Kelarutan (20 oC) : sangat larut dalam kloroform, etanol (95 %) 1:0,6, eter,
gliserin (1:10), minyak atsiri, praktis tidak larut dalam air (1:125)
• Indeks Refraksi : nD
79 = 1.4339
• Stabilitas dan Penyimpanan : Klorobutanol mudah menguap dan menyublim.
Stabil pada pH 3 tetapi menjadi buruk pada peningkatan pH. Klorobutanol
sebaiknya disimpan pada wadah tertutup rapat pada suhu 8-15 oC
• Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan vial lastik, bentonit, magnesium trisilikat,
polietilen dan polihidrokdietilmetakrilat.
• Label:
mengandung klorbutanol sampai 0,5 %

III. Analisis Farmakologi/ Farmakokinetik
Chloramphenicol

Mekanisme

Chloramphenicol, antibiotic berspektrum luas, bersifat bakteriostatik. Akan tetapi juga
dapat bersifat bakterisida pada konsentrasi tinggi atau ketika digunakan melawan bakteri
yang rentan.

Chloramphenicol, yang dapat larut dalam lipid, berdifusi melewati membran sel bakteri
dan secara reversibel berikatan dengan 50 S subunit ribosom bakteri di mana transfer
asam amino untuk membentuk rantai peptida dicegah (kemungkinan akibat penekanan
aktivitas peptidyl transferase), kemudian menginhibisi pembentukan ikatan peptida dan
sintesis protein berikutnya.

IV. Formulasi
Eksipien yang biasa digunakan untuk salep mata kloramfenikol : kolesterol; paraffin cair;
polietilene; parafin lembut berwarna kuning.
Formula standar (Fornas hal 65)
Chloramphenicolum Oculentum (salep mata kloramfenikol)

Komposisi :
Tiap gram mengandung
Chloramphenicolum 10 mg
Oculentum simplex hingga 1 g
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat atau dalam tube
Dosis : 2 sampai 3 kali sehari

Catatan :
Oculentum simplex terdiri dari
setil alkohol 2,5 g
lemak bulu domba (adeps lanae, lanolin) 6 g
paraffin cair 40 g
Vaselin kuning hingga 100 g
Disterilkan dengan cara D. (cara teknik aseptik)
Di etiket harus juga tertera : kadaluarsa

• Pendekatan Formulasi
Komposisi :
Tiap gram mengandung
Chloramphenicolum 1%
Parafin liquidum 20%
Chlorbutanol 0,5%
Vaselin flavum ad 100%

• Dasar-dasar Pertimbangan Formula
Basis dasar yang digunakan adalah vaselin flavum karena telah mengalami proses
pemutihan yang dikhawatirkan masih mengandung sesepora bahan pemutih yang
tertinggal dalam masa vaselin tersebut. Vaselin yang digunakan harus mengandung
pengotor seminimal mungkin. Dengan demikian kemungkinan teroksidasinya senyawa
ini menjadi lebih kecil. Oleh karena itu tidak diperlukan penambahan antioksidan.
Parafin cair berguna untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan
memudahkan penggunaan. Kombinasi yang sering digunakan adalah vaselin flavum :
paraffin cair 90% : 10%. Adeps lanae tidak dipilih untuk dalep mata karena dapat
menimbulkan peradangan dan alergi pada mata.

Media salep bukan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Akan tetapi,
penambahan pengawet sangat diperlukan untuk salep multidose. Pengawet ini diperlukan
untuk mencegah kontaminasi mikroba saat tutup tube sehingga infeksi mikroba ke dalam
mata dapat dihindari. Pengawet yang digunakan adalah klorbutanol karena pengawet ini
sering digunakan dalam salp mata dan kompatibel dengan zat aktif dan eksipien lain.
Dasar-dasar Pertimbangan Formula
Vaselin flavum yang dipilih dan bukan vaselin album karena lebih aman untuk mata yang
merupakan organ yang sangat sensitif.
Vaselin flavum bebas dari sesepora oksidator dan asam yang mengiritasi mata, sehingga
tidak perlu penambahan antioksidan
Parafin cair berguna untuk memperbaiki konsistensi basis sehingga lebih lunak dan
memudahkan penggunaan
Adeps lanae tidak dipilih untuk salep mata karena dapat menimbulkan peradangan dan
alergi pada mata
Digunakan pengawet klorobutanol karena sering digunakan dalam salep mata dan
kompatibel dengan zat aktif dan eksipien lainnya

V. Perhitungan dan Penimbangan
Formulasi akhir
R/ Chloramphenicolum 1%
Parafin liquidum 20%
Setil alkohol 3%
Chlorbutanol 0,5%
Vaselin flavum ad 100%
VI. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Cawan porselen Chloramphenicolum
Kaca arloji Parafin liquidum
Spatel Setil alkohol
Pipet tetes Chlorbutanol
Mortir and stamper Vaselin flavum
Zalf card
Tube

VII. Metode Sterilisasi
Chloramphenicol tidak tahan panas maka dilakukan sterilisasi aseptik.
VIII. Prosedur Pembuatan
1. Sterilkan alat-alat yang diperlukan dengan cara sterilisasi di bawah ini :
No. Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1. Cawan porselen 5 Oven 170o, 30 menit
2. Kaca arloji 5 Autoklaf 121o 20 menit
3. Spatel 2 Flambir 20 detik
4. Pipet tetes 2 Oven 170o, 30 menit. karet
direndam dalam alkohol 70%
2jam
5. Mortir and stamper 1 Ditetesi alkohol lalu dibakar
6. Zalf card 2 Direndam alkohol
7. Tube 1 Autoklaf 115- 116o, 30menit
2. Timbang bahan- bahan yang dibutuhkan .
3. Chloramphenicol disterilkan menggunakan penyinaran lampu UV.
4. Buat basis salep dengan memanaskan setilalkohol dan sebagian vaselin flavum
hingga meleleh dalam cawan penguap.Dinginkan dan tambahkan vaselin flavum
sisa.Pindahkan dalam mortir yang telah terdapat paraffin cair. Aduk rata.
5. Basis disterilisasi dengan cara sterilisasi kering pada suhu 150 o C selama 1 jam.
6. Gerus Choramphenicol dalam mortir. Tambahkan Chlorbutanol yang telah
dilarutkan dalam etanol. Tambahkan basis, aduk homogen.
7. Masukkan ke dalam tube.

IX. Evaluasi sediaan
Uji viskositas
Gunakan pengukur viskositas Brookfield untuk sediaan semisolida

Uji homogenitas
Oleskan sediaan pada kaca objek tipis-tipis, dan amati homogenitas sediaan. Untuk
mendapatkan permukaan sediaan yang homogen, dilakukan dengan menggeserkan
sejumlah sediaan dari ujung kaca objek dengan bantuan batang pengaduk sampai kaca
objek yang lain.

Uji penetapan partikel logam (FI hal 1039)
Dilakukan untuk mengetahui jumlah dan ukuran partikel logam yang diperbolehkan.
Dilakukan dengan melelehkan sediaan hingga sempurna, dan bekukan kembali. Letakkan
di bawah mikroskop, dan amati partikel logam pada dasar cawan petri. Hitung partikel
logam yang berukuran 50 μm atau lebih besar pada setiap dimensi. Persyaratan dipenuhi
jika jumlah partikel tidak lebih dari 50 partikel per 10 tube, atau 8 partikel per satu tube.

Uji penetapan kadar
Gunakan metode spektrofotometri.

Uji pelepasan zat aktif (FI hal 1026)
Waktu pengujian umumnya dinyatakan dalam interval waktu pemberian obat yang tertera
pada etiket, dinyatakan dalam jam. Cuplikan harus diambil dalam batas toleransi ± 15
menit atau 2% dari waktu yang tertera, toleransi yang menghasilkan interval waktu paling
pendek yang dipilih. Prosedur yang dilakukan menyerupai prosedur disolusi obat, hanya
saja digunakan cakram baja tahan karat untuk menahan sediaan pada dasar labu dan alat
disolusi dayung. Suhu dipertahankan pada 32oC ± 0,5o.

Uji penetapan pH (FI IV hal 1039)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai,
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampa
0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen,
elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomel atau
elektrode perak-perak klorida. Pengikuran dilakukan pada suhu 250 ± 20. Skala pH
ditetapkan sebagai berikut :
pH = pHs + (E-Es)
k

Uji bahan tambahan!!
Uji kebocoran wadah untuk semisolid (FI hal 1086)
Pilih 10 tube, dengan segel khusus jika disebutkan. Bersihkan dan keringkan baik-baik
permukaan luar tiap tube dengan kain penyerap. Letakkan tube pada posisi horizontal di
atas lembaran kertas penyerap dalam oven dengan suhu yang diatur pada 60o±3o selama 8
jam. Tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai
(abaikan bekas salep yang diperkirakan berasal dari bagian luar diamana terdapat lipatan
dari tube atau dari bagian ulir tutup tube). Jika terdapat kebocoran pada satu tube tapi
tidak lebih dari satu tube: ulangi pengujian dengan penambahan 20 tube. Pengujian
memenuhi syarat jika tidak ada satupun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama atau
kebocoran yang diamati tidak lebih dari satu dari 30 tube.

Uji mikrobiologi
􀂾 Uji efektivitas pengawet mikroba
Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk
melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba. Pengujian berikut ini dimaksudkan
untuk menunkukkan? efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan bahan dasar atau bahan pembawa berair seperti produkproduk
parenteral, telinga, dan mata.

Mikroba Uji : Gunakan mikroba berikut : Candida albicans (ATCC No.10231),
Aspergillus niger (ATCC No.16404), Escherichia coli (ATCC No.8739), Pseudomonas
aeruginosa (ATCC No.9027), dan Staphylococcus aureus (ATCC No.6538).
Media : Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk
pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium (yang
tertera pada uji batas mikroba).

Penafsiran Hasil : suatu pengwet dinyatakan efektif jika :
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari
jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang
dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yan disebut pada a dan b.

􀂾 Uji Sterilitas
Pengujian dilakukan dua tahap untuk menghindari kesalahan teknik aseptik atau
kontaminasi lingkungan pada waktu pengujian. Uji sterilitas Dilakukan sesuai prosedur
yang tertera pada Farmakope Indonesia IV.

Untuk cairan yang dapat bercampur dengan pembawa air metode inokulasi
langsung: Dengan isi dalam wadah sebesar 10,5 ml maka diambil dengan jarum suntik
steril sebanya 5 ml lalu dilarutkan dalam media tioglikolat cair sebanyak 40 ml, inkubasi
30-35 0C dan soybean-casein Digest medium 40 ml, inkubasi 20-25 0C. Jika pada hari
terdapat kekeruhan akibat pertumbuhan mikroba dan tidak dapat dianalisa secara visual
maka pindahkan sejumlah memadai media ke dalam media baru antara hari ke-3 dan ke-
7, lalu lanjutkan inkubasi media awal dan media baru sela total waktu tidak kurang daei
14 hari sejak inokulasi.

Penafsiran hasil uji sterilitas:
Tahap Pertama:
Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi persyaratan. Jika
ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas
pengujian sterilatas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif
menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian,
tahap pertama dinyatakan tidak abash dan dapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba
teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak abash, lakukan tahap kedua.

Tahap Kedua:
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah tahap pertama. Volume
minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode inkubasi sama seperti yang
tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji
memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan
bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap
kedua tidak abash karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua
dapat diulang.

􀂾 Uji Endotoksin Bakteri
Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang
mungkin ada dalam/pada bahan uji. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Limulus
Amebocyte Lysate (LAL), yang diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam
kuda, Limulus polyphemus, dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL untuk pembentukan
jendal-gel.

Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari
zat uji dengan enceran endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit
endotoksin (UE).

Prosedur : Masukkan ke dalam tabung reaksi 10 mmx 75 mm atau vial uji tunggal,
sejumlahvolume yang telah ditentukan dari control negative, kadar baku endotoksin,
specimen, dan control sediaan positif. Tambahkan pereaksi LAL yang telah dikonstitusi,
kecuali digunakan vial uji tunggal. Campur specimen/campuran pereaksi LAL, inkubasi
masing-masing tabung dalam tangas air selama 60 menit ± 2 menit pada suhu 370 ± 10
tidak boleh ada gangguan, dan secara hati-hati diangkat untuk diamati. Reaksi positif
ditandai dengan terbentuknya gel yang stabil dan tetap melekat pada dasar tabung bila
dibalikkan 1800, catat hasil tersebut sebagai (+). Reaksi negative ditandai dengan tidak
terbentuknya gek atau terbentuk gel kental yang akan terlepas dari dasar tabung bila
dibalik 1800.

Penafsiran Hasil : Bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari
yang ditetapkan pada masing-masing monografi.

􀂾 Uji Potensi
Penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi
Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan
efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga akan
dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metoda kimia,
sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya merupakan standar untuk
mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas.

 Ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu :
1. Penetapan dengan lempeng-silinder atau “lempeng”; berdasarkan difusi antibiotik
dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri
atau lempeng, sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada
daerah berupa lingkaran atau “zona” disekeliling silinder yang berisi larutan
antibiotik.
2. Penetapan dengan metode turbidimetri; berdasarkan atas hambatan pertumbuhan
biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media cair yang dapat
menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.
Untuk menghitung potensi dari data yang diperoleh dengan metode lempeng
silinder atau turbidimetri dilakukan seperti yang tertera pada Desain dan Analisis
Penetapan Hayati dalam halaman lampiran Farmakope Indonesia edisi IV.

X. Wadah Penyimpanan

XI. Daftar Pustaka
American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Excipients 2nd Edition.
Washington: The Pharmaceutical Press. hal 45-47
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal 37
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi
III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 14-15
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 112
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional ed 2.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal 315
Department of Health Scortish Office Welsh Office. 1999. British
Pharmacopeia. London : The Stationery Office Crow. P.424-427
Envoy, G. K. Mc. 1999. AHFS, Drug Information. Wisconsin : American Society
of Health System Pharmacyst. P. 2654-2658
Lachman, Leon, Herbert A.L, Joseph L.K.. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Jakarta : UI-Press. Hal. 1317